Perkembangan Anak Menurut Teori

Respons: 0 komentar
Robert J. Havighurst (1961) mengartikan tugas – tugas perkembangan itu merupakan
suatu hal yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu yang apabila
berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan ke tugas perkembangan
selanjutnya tapi jika gagal akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada individu yang
bersangkutan dan kesulitan – kesulitan dalam menuntaskan tugas berikutnya.
Hurlock (1981) menyebut tugas – tugas perkembangan ini sebagai social expectations
yang artinya setiap kelompok budaya mengharapkan anggotanya menguasai keterampilan
tertentu yang penting dan memperoleh pola perilaku yang disetujui oleh berbagai usia sepanjang
rentang kehidupan.
  1. Faktor sumber munculnya tugas – tugas perkembangan :Adanya kematangan fisik tertentu pada fase perkembangan tertentu
  2. Tuntutan masyarakat secara kultural : membaca, menulis, berhitung, dan organisasi
  3. Tuntutan dari dorongan dan cita – cita individu sendiri (psikologis) yang sedang
  4. berkembang itu sendiri : memilih teman dan pekerjaan
  5. Tuntutan norma agama
Adapun tugas – tugas perkembangan pada setiap fase perkembangan (Robert J. Havighurst
(Monks, et al., 1984, syah, 1995; Andrissen, 1974; Havighurst, 1976) ) sebagai berikut :
Tugas – tugas perkembangan pada usia bayi dan kanak – kanak (0 – 6 tahun)
  • Belajar berjalan.
  • Belajar memakan makanan padat.
  • Belajar berbicara.
  • Belajar buang air kecil dan buang air besar.
  • Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin.
  • Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis.
  • Membentuk konsep – konsep (pengertian) sederhana kenyataan sosial dan alam.
  • Belajar mengadakan hubungan emosional dengan orang – orang disekitarnya.
  • Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk, yang berarti mengembangkan kata
  • hati.
Menurut beberapa ahli psikologi lainnya tentang tugas perkembangan disetiap fase – fase
perkembangan 0 – 6 tahun :

1. Charlotte Buhler (1930) dalam bukunya yang berjudul The first tear of life :  

A. Fase pertama (0 – 1 tahun)
Belajar menghayati berbagai objek diluar diri sendiri, melatih fungsi – fungsi
motorik. 

B. Fase kedua (2 – 4 tahun)
Belajar mengenal dunia objektif diluar diri sendiri, disertai dengan penghayatan
yang bersifat subjektif. Misalnya anak bercakap – cakap dengan bonekanya atau
berbincang – bincang dan bergurau dengan binatang kesayangannya.

C. Fase ketiga ( > 5 tahun)
Belajar bersosialisasi. Anak mulai memasuki masyarakat luas (pergaulan dengan
teman sepermainan (TK) dan sekolah dasar. Menurut Soe’oed (dalam Ihromi, ed.,
1999 : 30) syarat penting untuk berlangsungnya proses sosialisasi adalah interaksi
sosial. A. Gosin (Soe’oed, dalam Ihromi, ed., 1999 : 30) : sosialisasi adalah
proses belajar yang dialami oleh seseorang untuk memperoleh pengetahuan,
keterampilan, nilai – nilai dan norma – norma agar dia bisa berpartisipasi sebagai
anggota dalam masyarakatnya.

2. Elizabeth B. Hurlock (1978) dalam bukunya Developmental Psychology :
A. Prenatal, yaitu masa konsepsi anak sampai umur 9 bulan dikandungan ibu.
B. Masa natal :
  • Infancy atau neonatus (dari lahir sampi usia 14 hari), penyesuaian terhadap
lingkungan
  • Masa bayi (2 minggu sampai 2 tahun), bayi tidak berdaya dan sangat
tergantung pada lingkungan dan kemudian (karena perkembangan) anak mulai
berusaha menjadi lebih independen.
  • Masa anak ( > 2 tahun)
Anak belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, sehingga dia merasa
bahwa dirinya merupakan bagian dari lingkungan yang ada.

3. Erik Erickson (1963) dalam bukunya Chilhood and Society :
  1. Masa bayi (0 – 1,5 tahun), anak belajar bahwa dunia merupakan tempat yang baik baginya, dan ia belajar menjadi optimis mengenai kemungkinan – kemungkinan, mencapai kepuasan.
  2. Masa Toddler (1,5 – 3 tahun), Anak belajar menggunakan kemampuan bergerak sendiri untuk melaksanakan dua tugas penting, yakni pemisahan diri dari ibu dan mulai menguasai diri, lingkungan, dan keterampilan dasar untuk hidup.
  3. Awal masa kanak – kanak ( > 4 tahun), Anak belajar mencontoh orang tuanya, pusat perhatian anak berubah dari benda ke orang.
Tugas – tugas perkembangan pada masa sekolah (6 – 12 tahun)
Menurut Robert J. Havighurst (Monks, et al., 1984, syah, 1995; Andrissen, 1974;
Havighurst, 1976) tugas – tugas perkembangan masa ini adalah :
  1. Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan : bermain sepak
  2. bola, loncat tali, berenang.
  3. Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk
  4. biologis.
  5. Belajar bergaul dengan teman – teman sebaya.
  6. Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya.
  7. Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung
  8. Belajar mengembangkan konsep sehari – hari.
  9. g. Mengembangkan kata hati
  10. Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi
  11. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial dan lembaga –
  12. lembaga.

Menurut ahli psikologi lain tentang tugas – tugas perkembangan fase anak 6 – 12 tahun
1. Charlotte Buhler (1930) dalam bukunya yang berjudul The first tear of life :
  • a. Fase ketiga (6 – 8 tahun) = Anak belajar bersosialisasi dengan lingkungannya.
  • b. Fase keempat (9 – 12 tahun) = Anak belajar mencoba, bereksperimen,bereksplorasi, yang distimulasi oleh dorongan – dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar
2. Elizabeth B. Hurlock (1978) dalam bukunya Developmental Psychology :
  • Masa anak (6 – 11 tahun). Anak belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan.
  • Masa praremaja (11 – 12 tahun). Anak belajar memberontak yang ditunjukkan dengan tingkah laku negatif.
3. Erik Erickson (1963) dalam bukunya Chilhood and Society :
  • Awal masa kanak – kanak (6 – 7 tahun) = Anak belajar menyesuaikan diri dengan teman sepermainannya, ia mulai bisa melakukan hal – hal kecil (berpakaian, makan) secara mandiri.
  • Akhir masa kanak – kanak (8 – 11 tahun) = Anak belajar untuk membuat kelompok dan berorganisasi.
  • Awal masa remaja (12 tahun) = Anak belajar membuang masa kanak – kanaknya dan belajar memusatkan perhatian pada diri sendiri.
Tugas – tugas perkembangan remaja (adolescence) dan dewasaMasa ini merupakan masa transisi yang dapat diarahkan kepada perkembangan masa
dewasa yang sehat (Konopka, dalam Pikunas, 1976 ; Kaczman & Riva, 1996).
Remaja merupakan masa berkembangnya identity (identitas) (Erik Erickson (Adams &
Gullota, 1983 : 36 – 37; Conger, 1977 : 92 – 93)).
Identity adalah suatu pengorganisasian dorongan – dorongan (drives), kemampuan –
kemampuan (abilities), keyakinan – keyakinan (beliefs), dan pengalaman – pengalaman
individu kedalam citra diri (images of self) yang konsisten (Anita E. Woolfolk).

Lustin Pikunas (1976 : 257 – 259), masa remaja akhir ditandai oleh keinginan yang kuat
untuk tumbuh dan berkembang secara matang agar dapat diterima oleh teman sebaya,
orang dewasa, dan budaya.
Menurut beberapa ahli tugas – tugas perkembangan pada masa ini adalah :

1. William Kay
  • Menerima fisiknya sendiri beriku keragaman kualitasnya.
  • Mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau figur – figur yang menjadi otoritas.
  • Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain baik secara individual maupun kelompok.
  • Menemukan manusia model untuk dijadikan identitasnya.
  • Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri.
  • Memperkuat kemampuan mengendalikan diri atas dasar prinsip atau falsafah hidup.
  • Mampu meninggalkan masa kanak – kanaknya.
2. Robert J. Havighurst (1961)
  • Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya.
  • Mencapai peranan sosial sebagai pria atau wanita.
  • Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif.
  • Mencapai kemadirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
  • Mancapai jaminan kemandirian ekonomi.
  • Memilih dan mempersiapkan karir (pekerjaan).
  • Belajar merencanakan hidup berkeluarga.
  • Mengembangkan keterampilan intelektual.
  • Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial.
  • Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai petunjuk/pembimbing dalam bertingkah laku.
  • Mengamalkan nilai – nilai keimanan dan ketakwaan kepada tuhan dalam kehidupan sehari – hari, baik pribadi maupun sosial.
3. Charlotte Buhler (1930)
  • Belajar melepaskan diri dari persoalan tentang diri sendiri dan lebih mengarahkan minatnya pada lapangan hidup konkret, yang dahulu dikenalnya secara subjektif belaka.
4. Elizabeth B. Hurlock (1978)
  • Belajar menyesuaikan diri terhadap pola – pola hidup baru, belajar untuk memiliki cita – cita yang tinggi, mencari identitas diri dan pada usia kematangannya mulai belajar memantapkan identitas diri
5. Erik Erikson (1963)
  • Anak mulai memusatkan perhatian pada diri sendiri, mulai menentukan pemilihan tujuan hidup, belajar berdikari, belajar bijaksana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jangan lupa komentarnya ya....!!!!
Terima Kasih Atas Kunjungannya

Copyright © Kang Topek

Sponsored By: GratisDesigned By: Habib Blog